
Invalid Date
Dilihat 41 kali

Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan, mengenang jasa para pejuang yang rela berkorban demi kemerdekaan. Mereka berjuang bukan demi nama, bukan demi jabatan, tapi demi marwah bangsa dan masa depan anak cucu. Di Minangkabau, semangat kepahlawanan itu sesungguhnya telah tertanam kuat sejak lama — dalam pepatah, adat, dan perilaku urang awak yang berjiwa juang tinggi.
Namun, di tengah kehidupan modern kini, muncul fenomena
baru: banyak yang lebih suka jadi “palawan” daripada pahlawan.
Dalam bahasa Minang, palawan berarti orang yang suka melawan tanpa
arah, keras kepala tanpa makna, dan seringkali lari dari tanggung jawab.
Berbeda jauh dengan pahlawan, yang berani berkorban, berpikir panjang,
dan berbuat untuk kebaikan bersama.

Pahlawan Itu Bukan Sekadar Berani, Tapi Juga Bernurani
Seorang pahlawan tidak mesti angkat senjata. Dalam konteks hari ini, pahlawan bisa lahir dari setiap tindakan kecil yang bernilai kebaikan. Guru yang sabar mendidik murid di pelosok nagari adalah pahlawan. Anak muda yang menolak narkoba dan berjuang melawan kemalasan adalah pahlawan. Petani yang tetap bekerja keras di ladang meski hasil tak seberapa pun, itu pahlawan.
Sementara palawan adalah mereka yang keras kepala, membantah semua nasihat, dan merasa paling benar sendiri. Mereka melawan bukan karena benar, tapi karena ego. Melawan bukan untuk memperjuangkan, tapi untuk menentang kebaikan. Orang seperti ini sering bicara lantang tapi kosong makna.
Zaman Sudah Berubah, Tapi Nilai Pahlawan Tak Boleh Hilang
Kita tidak lagi berperang melawan penjajah, tapi berperang
melawan kemalasan, kebodohan, dan keegoisan.
Perjuangan hari ini adalah bagaimana anak muda Minang bisa kembali memegang
nilai-nilai luhur: budi baso, malu jo sopan, alua jo patuik, dan rasa
tanggung jawab sosial.
Menjadi pahlawan hari ini berarti:
Pahlawan di Dunia Digital
Sekarang banyak “perang” terjadi di media sosial. Ada yang
sibuk melawan opini, menyebar kebencian, atau menjatuhkan sesama. Padahal, di
ruang digital pun kita bisa jadi pahlawan — dengan menyebarkan inspirasi,
ilmu, dan pesan damai.
Kalau dulu para pahlawan mengangkat bambu runcing, kini anak muda bisa
mengangkat pena, kamera, dan ide kreatif untuk memperjuangkan kebenaran.
Pesan dari Nagari: Jadilah Pahlawan, Bukan Palawan
Di setiap nagari, pasti ada orang yang diam-diam berbuat baik, tanpa perlu pengakuan. Mereka inilah pahlawan sejati — orang yang berbuat tanpa riuh, menolong tanpa pamrih.
Sebaliknya, palawan hanya ribut di depan, tapi kosong di belakang. Palawan suka menentang, tapi tak mau bekerja.Palawan bisa banyak bicara, tapi tak ada karya. Padahal dunia ini butuh lebih banyak pahlawan, bukan palawan.

Momentum Hari Pahlawan bukan sekadar untuk mengibarkan bendera atau berpidato. Ini waktu bagi kita semua, terutama generasi muda Minangkabau, untuk bertanya:
Apakah kita sudah menjadi pahlawan di lingkungan kita, atau justru jadi palawan yang suka melawan tanpa arah dan merusak masa depan?
Mari jadikan semangat kepahlawanan sebagai bagian dari diri: “Pahlawanku Teladanku, Terus Bergerak Melanjutkan Perjuangan.” Sebab Minangkabau dan Indonesia tidak akan maju oleh banyaknya palawan, tapi oleh hadirnya pahlawan sejati — yang bekerja dengan hati.

Editor: Mas Endro
#PPID_NagariLunangSelatan
#HariPahlawan2025
Bagikan:

Nagari Lunang Selatan
Kecamatan Lunang
Kabupaten Pesisir Selatan
Provinsi Sumatera Barat
© 2025 Powered by PT Digital Desa Indonesia
Pengaduan
0
Kunjungan
Hari Ini